SELAMAT DATANG - SELAMAT MEMBACA - SEMOGA BERMANFAAT - TERIMAKASIH

SELAMAT DATANG - SELAMAT MEMBACA - SEMOGA BERMANFAAT - TERIMAKASIH

Senin, 19 Oktober 2015

Makalah Hadits Ahkam

Hadits-hadits Tentang Shalat
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang mengatur baik segala urusan dunia maupun urusan akhirat. Dalam urusan dunia, Allah telah memerintahkan kepada hambanya agar dapat memposisikan diri baik dalam bermasyarakat ataupun dalam berhubungan dengan makhluk Allah yang lainnya. Ini merupakan sebuah tuntutan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam untuk disampaikan kepada umatnya. Yang demikian dapat juga kita katakana sebagai hubungan vertikal.
Dalam agama Islam pun juga mengatur urusan akhirat yakni, mengatur hubungan manusia atau makhluk lainnya dengan Allah Subhaanahu wa ta’aalaa. Mengenai urusan akhirat banyak sekali macam dan cara mendekatkan diri kepada Allah Subhaanahu wa ta’aalaa. Sebagaimana syari’at-syari’at yang telah diturunkan kepada orang muslim, diantara perintah Allah Subhaanahu wa ta’aalaa adalah sebagaimana yang terbilang dalam rukun Islam. Beberapa hadits menyebutkan penjelasan mengenai rukun islam, namun pada pembahasan kali ini kami akan membahas beberapa hadits dari salah satu rukun islam, yaitu shalat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Beberapa hadits tentang sholat
2.      Kualitas periwayatan hadits tentang sholat
3.      Kandungan hadits tentang sholat
4.      Analisis hukum para fuqoha
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadits Tentang Sholat (I)
1.      Hadits
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا اَنَّ اانَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِخِمَارٍ. رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إِلاَّ النَّسَائِيَّ وَ صَحَّحَهُ اْبنُ خُزَيْمَةَ
Artinya: Dari Aisyah Radhiyallahu Anha  bahwasannya Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat seorang wanita yang telah haid kecuali jika ia mengenakan kerudung.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-nasa’i, dan Ibnu Khuzaimah menshahihkannya).[1]
2.      Kualitas Periwayatan Hadits
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Achmad dan Al-Hakim, sedangkan Ad-Daruquthni menganggapnya cacat, ia berkata, “Statusnya sebagai hadits mauquf  lebih mendekati kebenaran.” Adapun Al-Hakim, Ia melihatnya cacat dari segi kemursalan hadits ini.
3.      Kandungan Hadits
Kandungan dari hadits ini adalah bahwa sanaya Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada perempuan-perempuan muslim yang sudah mengalami haidh (yang sudah baligh) agar mereka mengenakan kerudung atau sesuatu yang menutupi tubuhnya (auratnya) ketika hendak menunaikan salat dan apabila mereka tidak mengenakan kerudung maka niscaya mereka solatnya tertolak atau tidak sah.
4.      Analisis Hukum
Jika kita melihat kandungan dari hadits tersebut secara khusus maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwasannya orang muslim yang hendak menunaikan sholat diwajibkan untuk menutup aurat. Jadi intinya hukum menutup aurat ketika menunaikan sholat adalah wajib. 
B.     Hadits TentangSholat (II)
1.      Hadist
عَنْ مُطَرِّفٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الشِّخِّيْرِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَفِي صَدْرِهِ أزِيْز كَأَزِيْزِ اْلمِرْجَلِ مِنَ اْلبُكاَءِ. أخْرَجَهُ اْلخَمْسَةُ إِلاَّ ابْنَ مَاجَه وَ صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.
Artinya: Dari Mutharrif ibn Abdullah ibnu al-Syikhkhir dari ayahnya, beliau berkata: “Saya pernah melihat Rasulullah Shollallahu Alaihi wa Sallam sedang shalat dan di dadanya terdengar suara seperti suara air yang mendidih kerana mereka.” (Diriwayatkan oleh al-Khamsah, kecuali Ibn Majah dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban)
2.      Kualitas Periwayatan Hadits
Mutharrif ibn Abdullah ibn al-Syikhkhir al Amiri al-Kharsyi, nama panggilannya Abu Abdullah al-Bashri, salah seorang tabiin termuka. Beliau meriwayatkan hadits dari ayahnya, dan ayahnya meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib dan Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu anhuma.
Ibn Saad berkata: “Mutharrif adalah seorang tsiqah yang memiliki keutamaan dan bersifat wara. Beliau meninggal dunia pada tahun 95 Hijriah.
3.      Kandungan Hadist
Hadits kedua menjelaskan bahwasannya Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi wa Sallam dalam shalatnya selalu merasa takut kepada Allah, sehingga air matanya mengalir disertai dengan suara tangisan dan sesak dadanya. Jika membaca ayat rahmat maka beliau gembira, tetapi apabila beliau membaca ayat adzab maka bergetar hati Beliau karena takut kepada Allah.


4.      Analisis Hukum
Menangis dalam solat kerana merasa takut kepada Allah tidak membatalkan solat di sisi jumhur ulama. Imam al-Syafi‟i berkata: “Jika keluar dari tangisan itu dua huruf, maka ia membatalkan solat secara mutlak, sama ada disebabkan rasa takut kepada Allah ataupun sebaliknya.”
Ulama berbeda pendapat mengenai tangisan yang bukan kerana takut kepada Allah. Imam Malik berkata: “Jika tangisannya tidak bersuara, maka itu di-maafkan. Jika bersuara, maka hukumnya itu sama dengan bercakap-cakap di dalam solat. Jika dilakukan dengan sengaja, maka batal solatnya, sama ada sedikit ataupun banyak. Jika dilakukan kerana lupa dan itu dilakukan dengan banyak, maka ia membatalkan solat, tetapi jika tangisan yang sedikit, maka itu tidak membatalkan solat.”
Imam Ahmad berkata: “Jika dari tangisan itu keluar dua huruf, maka ia membatalkan solat selagi bukan kerana tidak tertahankan, tetapi jika tidak dapat mengawal lagi tangisannya hingga keluar daripadanya dua huruf, maka solatnya tidak batal.”
Imam Abu Hanifah berkata: “Jika menangis kerana sakit atau musibah, maka solatnya batal, kerana itu bererti mengungkap perasaan kesal, gundah gulana dan tidak redha dengan apa yang telah ditakdirkan Allah ke atas dirinya.”[2]
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan Hukum
Hadist pertama menjelaskan bawasannya seorang muslim dan muslimah ketika menunaikan ibadah shalat diwajibkan bagi kita untuk menutup aurat, karena menutup aurat adalah salah satu dari syarat sah shalat, jadi apabila kita shalat tetapi tidak menutup aurat maka shalat kita tidak sah.
Hadist kedua diterangkan jika kita menagis ketika shalat dikarenakan takut kepada Allah , dan tangisan tersebut tidak mengganggu shalat kita baik lafad maupun gerakan maka para jumhur ulama’ mengganggap shalat itu tetap sah. Tetapi jika kita menangis dalam shalat di sebabkan oleh selain Allah maka menurut imam abu hanafi shalat tersebut batal.
2.      Kritik dan Saran.
Dalam penulisan makalah masih banyak kesalahan, oleh karena itu kritik yang membangun sangat diharapkan.
Daftar Pustaka
Ash-Shan’ani, Muhammad bin Ismail Al-Amir, Subulus Salam – Syarah Bulughul Maram (terj), Jakarta: Darus Sunnah, 2007.
Fauzi, Nor Hasanuddin H.M., Ibanah al-ahkam syarah Bulughul Mahram, Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publication, 2010.



[1] Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam – Syarah Bulughul Maram (terj), Jakarta: Darus Sunnah, 2007, hlm, 346.

[2]Nor Hasanuddin H.M. Fauzi, Ibanah al ahkam syarah Bulughul Mahram, Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publication,2010,hal.280-281

Tidak ada komentar:

Posting Komentar