ASAS-ASAS FIQH
MUAMALAH DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil
‘aalamiin yang mengatur hubungan antara Sang Khaliq (Allah SWT) dengan
makhluk, melalui ibadah untuk membersihkan jiwa dan mensucikan hati. Islam pun datang
dengan mengatur hubungan antar sesama makhluk, sebagian mereka kepada sebagian
yang lain, seperti jual beli, nikah, warisan, had dan yang lainnya agar manusia
hidup bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang.
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai
sumber ekonomi. Sebagaimana firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 39 yang
artinya : “Dan Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagai mana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”(QS Az Zumar:39)[1]
Interaksi manusia dengan segala tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
keduniaan. Interaksi ini diatur dalam Islam dalam suatu ilmu yang disebut Fiqh
Muamalah. Berbeda halnya dengan Fiqh Ibadah, Fiqh Muamalah lebih bersifat
fleksibel. Hukum semua aktifitas itu pada awalnya adalah boleh selama tidak ada
dalil yang melarangnya, inilah kaidah ushul fiqhnya. Fiqh muamalah pada awalnya
mencakup semua aspek permasalahan yang melibatkan interaksi manusia. Hukum
muamalah itu terdiri dari hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum acara,
perundang-undangan, hukum internasional, hukum ekonomi dan keuangan. Tapi,
sekarang Fiqh Muamalah dikenal secara khusus atau lebih sempit mengerucut hanya
pada hukum yang terkait dengan harta benda.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian fiqh muamalah?
2.
Apa
saja asas-asas fiqh muamalah dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiqh Muamalah
Fiqih
muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang
lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum
perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum
penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk persoalan yang
dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat
atau persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Kemudian para ulama
memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian
pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa-fatwanya.[2]
Secara
bahasa (etimologi) Fiqih (فقه) berasal dari kata
faqiha (فقه) yang berarti Paham dan muamalah berasal
dari kata ’Amila yang berarti berbuat atau bertindak atau Al ‘amaliyyah maksudnya
yang berhubungan dengan amaliyah (aktifitas), baik aktifitas hati seperti niat,
atau aktifitas lainnya, seperti membaca al Qur’an, shalat, jual beli dan
lainnya. Muamalah adalah hubungan kepentingan antar sesama manusia. Muamalah
tersebut meliputi transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli,
perkawinan, dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan
(gugatan, peradilan, dan sebaginya) dan pembagian warisan.[3]
Secara istilah
(terminologi) fiqh muamalah dapat diartikan sebagai aturan-aturan Allah yang
wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya
dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.
Fiqh
muamalah dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti khusus dan lebih
sempit apabila dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian dari pengelompokan
hukum Islam oleh ulama klasik (Ibadah dan muamalah). Fiqh muamalah merupakan
peraturan yang menyangkut hubungan kebendaan atau yang biasa disebut dikalangan
ahli hukum positif dengan nama hukum private. Hukum private dalam pengertian
tersebut tidak lain hanya berisi pembicaraan tentang hak manusia dalam
hubungannya satu sama lain, seperti hak penjual untuk menerima uang dari
pembeli dan pembeli menerima barang dari penjual.[4]
B.
Asas-asas
Fiqh Muamalah
Fiqh muamalah dalam penerapannya memiliki beberapa asas yang
mendasarinya, yaitu:
1.
‘Adalah
Dalam suatu perjanjian para pihak dituntut untuk menjalankan keadilan dalam
mengungkapkan kehendak dan keadaan dan memenuhi semua kewajiban. Perjanjian
harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang setara atau seimbang, serta tidak
boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.
2.
Mu’awanah
mu’awanah memiliki arti Kemitraan. Yang dimaksud
dengan kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.[5]
3.
Musyarakah
Musyarakah merupakan akad kerja sama diantara para pemilik modal yang
mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah,
para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaaha terentu dan
bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh
digunakan umtuk kepentingnan pribadi atau dipinjamkan pada pihak laain tanpa
seizin mitra lainnya.
Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah
sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi dengan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi dana.
[6]
4.
Manfa’ah
Manfa’ah dalam bermuamalah diartikan sebagai suatu kegiatan yang
memiliki nilai guna kepada pelaku muamalah itu sendiri.
5.
‘An
Tarodhin
Dalam referensi lain asas ini disebut dengan al ridho, artinya Setiap
bentuk muamalat antar individu atau kelompok harus berdasarkan pada suka sama
suka atau suka rela.
6.
‘Adamul
Gharar
Secara bahasa ‘Adamun artinya tidak
ada atau ketiadaan, sementara gharar artinya ketidaktentuan atau
ketidakjelasan. Berdasarkan kedua kata tersebut maka ‘adamul gharar dapat
diartikan menghilangkan sesuatu yang belum tentu dan jelas. Dalam fiqh muamalah
gharar dapat dikatakan setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau
tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan.[7]
Dalam referensi lain ‘adamul gharar yaitu , bahwa setiap bentuk
muamalat tidak boleh ada tipu daya atau yang menyebabkan salah satu pihak
merasa dirugikan sehingga menimbulkan adanya ketidak sukaan. Seperti di
jelaskan dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah:188
ولاتأ كلوآاموالكم بينكم با البا طل وتد لوابهآالى الحكاّم لتأ
كلوافريقامّن اموا لالنّاس بالاثم وانتم تعلمون
“Jangan
kamu makan harta di antaramu dengan cara batil dan jangan menyuap para hakim
agar kamu dapat merampasbagian harta orang laindengan cara yang mengandung dosa,
padahal kamu menyadarinya.” [8]
7.
Kebebasan
Membuat Akad
Hukum Islam mengakui
kebebasan berakad, yaitu satu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang
dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah
ditentukan dalam undang-undang syari’ah memberikan usul apa saja kedalam akad,
dan yang dibuatnya itu sesuai kepentingannya dan tidak berakibat memakan harta
sesama dengan jalan bathil. Kaidah-kaidah hukum islam menunjukkan bahwa hukum
islam menganut asas kebebasan berakad.[9]
Dijelaskan dalam Al-Qur’an QS.Al-Maidah:1
ياايّهاالد ين امنوااوفوابالعقود احلّت لكم بهيمة الانعام الاّمايتلى
عليكم غير محليّ الصّيد وانتم حرم انّ الله يحكم ما يرد
“Wahai orang-orang
yang beriman, penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali
yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai
dengan yang Dia kehendaki”.
8.
Al
Musawah
Asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya bahwa
setiap pihak-pihak pelaku muamalah berkedudukan sama.
9.
Ash
Shiddiq
Dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran dan
kebenaran. Jika dalam bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak dikedepankan,
maka akan berpengaruh terhadap keabsahan perjanjian. Perjanjian yang di
dalamnya terdapat unsur kebohongan maka bisa menjadi batal atau tidak sah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asas fiqih
muamalah dalam islam merupakan sumber agar manusia dapat bermuamalah sesuai
dengan syariat islam
B.
Kritik
dan Saran
Dalam
penulisan makalah masih banyak kesalahan, oleh karena itu kritik yang membangun
sangat diharapkan.
Daftar Pustaka
Al-Mujib, al-Qur’an
dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Toha Putra Semarang, 1989.
Az-Zuhaili,Wahbah, Fiqih Muamalah Perbankan
Syariah Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999.
Az-Zuhaili,Wahbah,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1: Pengantar Ilmu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk Jakarta: Gema Insani, 2010.
http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-kemitraan.html
M. Sulaeman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam,
Yogyakarta: deepublish, 2015.
http://langkahsupian.blogspot.co.id/2012/05/prinsip-asas-dan-kaidah-fiqih-muamalah.html?m=1
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196708282005011-ELAN_SUMARNA/Artikel/TEORI_MOTIVASI.pdf.
Diakses tanggal 05-09-2015 , jam 12.00
http://
surya-muamalah.blogspot.co.id/2012/10/kebebasan-berakad.htm|?m=1.
Di akses tanggal 05-09-2105, jam
21:41.
[2] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Muamalah Perbankan
Syariah (Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999), hal. 5.
[3] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu
1: Pengantar Ilmu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema
Insani, 2010), hal. 27.
[4] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu
1: Pengantar Ilmu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema
Insani, 2010), hal. 35.
[6] M. Sulaeman Jajuli , Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam, (Yogyakarta, deepublish : 2015).hal,103
[8] http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196708282005011-ELAN_SUMARNA/Artikel/TEORI_MOTIVASI.pdf.
Diakses tanggal 05-09-2015 , jam 12.00
[9] http://
surya-muamalah.blogspot.co.id/2012/10/kebebasan-berakad.htm|?m=1. Di akses
tanggal 05-09-2105, jam 21:41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar