SELAMAT DATANG - SELAMAT MEMBACA - SEMOGA BERMANFAAT - TERIMAKASIH

SELAMAT DATANG - SELAMAT MEMBACA - SEMOGA BERMANFAAT - TERIMAKASIH

Sabtu, 31 Oktober 2015

Makalah Hukum Perdata

HUKUM ORANG
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Banyak permasalahan yang di bahas dalam hukum perdata di antaranya hukum orang,domisili dan catatan sipil,hukum keluarga,Esesensi perkawinan,hukum benda,hukum waris dsb.
Pada kesempatan kuliah ini pemakalah akan membahas permasalahan hukum orang hukum yakni orang sebagai subjek hukum yang juga menyentuh pembahasan tentang badan hukum,kembali ke hukum orang tidak semua orang dibebani hukum, seperti halnya agama islam yang memberikan beberapa kriteria bagi pemeluknya yang sudah dibebani hukum (mukallaf).
Begitu juga dengan hukum di Indonesia Undang-undang memberikan kriteria menganai masyarakat yang di anggap cakap dan tidak cakap untuk menerima beban hukum dan masih bayak lagi permasalahan tentang hukum orang,dibawah ini rumusaan masalahnhya.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa Penngrtian hukum orang ?
2.    Apa Pengertian subyek hukum?
3.    Apa Pembagian subjek hukum?
4.    Apa Hubungan antara hukum,hak dan kewajiban?
5.    Apa dasar Cakap dan tidak cakap bertindak dalam hukum?
6.    Apa Landasan dan konsep yuridis badan hukum?
7.    Apa Teori-teori badan hukum?
8.    Apa Klasifikasi badan hukum?
9.     Apa Syarat-syarat pembentukan badan hukum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hukum orang
Hukum orang dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum dan kekeluargaan. Sedangkan dalam arti sempit meliputi  ketentuan orang sebagai subjek hukum.
Hukum tentang orang (personen recht) dalam burgerlijk wetboek (BW) diatur dalam buku 1 yang berjudul Van Personen yang terdiri atas peraturan-peraturan mengenai hubungan keluarga, yaitu mengenai:
- Perkawinan dah hak-hak kewajiban suami
- Kekayaan perkawinan
- Kekuasaan orang tua
- Perwalian dan pengampunan[1]
B.     Subyek hukum
1. Pengertian subyek hukum
Istilah subyek hukum berasal dari belanda  yaitu recht subject atau law of subject (Ingggris). Subyek hukum secara umum bermakna segala sesuatu yang mempunyai atau memegang hak dan kewajiban yang disebut orang. Sedangkan Orang menurut konsep hukum terdiri atas manusia dan badan hukum[2].
Didalam buku I KUH Perdata yang disebut subjek hukum ialah hanya orang yang disebut pribadi kodrat tidak termasuk badan hukum yang disebut dengan pribadi hukum. namun dalam perkembangan selanjutnya badan hukum dimasukkan menjadi subyek hukum yang diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang, sehingga subjek hukum itu meliputi :
1)      Orang disebutpribadikodrati
2)      Badanhukumdisebutpribadihukum
2. Pembagian subyek hukum
Berdasarkan konsep dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yaitu[3]:
1)      Manusia (individu)
Manusia adalah subyek hukum menurut konsep biologis, sebagai gejala alam, sebagai makhluk budaya ciptaan tuhan yang dilengkapi dengan akal, perasaan dan kehendak.
2)      Badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi)
Badan hukum adalah subjek hukum menurut konsep yuridis, sebagai gejala hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasar pada hukum,memiliki hak dan kewajiban seperti manusia.
Secara prinsipal, badan hukum berbeda dengan manusia. Perbedaan tersebut dapat dinyatakan  sebagai berikut:
a.       Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai akal, perasaan dan    kehendak. Badan hukum adalah badan ciptaan manusia berdasar pada undang-undang , diwakili oleh pengurusnya
b.      Manusia memiliki kelamin, dapat kawan, dapat beranak. Badan hukum tidak memiliki kelamin, tidak dapat kawin dan tidak dapat beranak.
c.       Manusia dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat.
C.     Hubungan antara hukum, hak dan kewajiban
Hukum itu mengatur hubungan hukum antara tiap orang, tiap masyarakat, tiap lembaga, bahkan tiap negara. Hubungan hukum tersebut terlaksana pada hak dan kewajiban yang diberikan oleh hukum.
Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua sisi. Sisi yang satu ialah hak dan sisi lainnya adalah kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Karena pada hakikatnya sesuatu pasti ada pasangannya.
Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah dalam kehidupan bersama, keseluruhan peraturan yang mengatur kehidupan bersama yang pelaksanaanya dapat dipaksakan melalui sanksi.
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Contoh hak: hak untuk hidup, hak untuk mempunyai keyakinan dan lain-lain.
Sedangkan Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Contoh kewajiban :Dalam jual beli, bila kita membeli suatu barang, maka kita wajib membayar barang tersebut[4].
Perwujudan hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi dengan adanya perantaraan peristiwa hukum. Segala peristiwa atau kejadian dalam keadaan tertentu adalah peristiwa hukum. Untuk terciptanya suatu hak dan kewajiban diperlukan terjadinya peristiwa yang oleh hukum dihubungkan sebagai akibat. Karena pada umumnya hukum itu bersifat pasif. Contoh: Terdapat ketentuan "barangsiapa mencuri, maka harus dihukum". Maka bila tidak terjadi peristiwa pencurian maka tidaklah ada akibat hukum.
D.    Cakap dan tidak cakap bertindak dalam hukum
Cakap yaitu sanggup melakukan sesuatu, mempunyai kemampuan dan pandai melakukan sesuatu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecakapan:
1. Psikologis
2. Fisiologis
3. Lingkungan
Sehingga sulit untuk menentukan kecakapan secara nyata yang melekat pada seorang individu, mengingat kondisi individu masing-masing berbeda.
Salah satu standar yang sering digunakan untuk menilai batasan kecakapan adalah buku III pasal 1330 BW, yang menyebut bahwa “ tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa, dibawah pengampuan, serta orang perempuan yang terikat perkawinan”.
Umur juga merupakan salah satu parameter yang digunakansebagai syarat bagi subyek hukum dari segi kewenangan bertindak, namun kewenangan bertindak tidak bisa di samakan dengan kecakapan. Dalam beberapa kondisi, seseorang yang mencapai umur tertentu memiliki kewenangan bertindakdan juga memiliki kecakapan. Namun tidak berarti, bahwa setiap orang yang mempunyai kewenangan berarti cakap dalam hukum, atau setiap yang cakap hukum mempunyai kewenangan.
Umur dalam peraturan perundang-undangan yang digunakkonstruktif dan untuk menentukan kewenangan sangatlah bervariasi. Diantaranya:
Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum perkawinan, sebagaimana termaktub dalam pasal 7 UU No.1 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan “ perkawinan di izinkan pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun”.
E.     Landasan dan konsep yuridis badan hukum
Dalam hukum dan ilmu hukum juga telah terbentuk berbagai pengertian atau konsep untuk menyusun secara sisitematis fakta mengenai keseluruhan asas-asas mdan kaidah hukum menjadi satu kesatuan. Konsep dalam hukum disebut konsep yuridis (legal conceps), yakni konsep  konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum, misal: kosnsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, kebatalan, yayasan dsb.[5]
F.      Teori-Teori Badan Hukum           
Dalam ilmu pengetahuan timbul bermacam-macam teori tentang badan hukum yang satu sama yang lain berbeda-beda. Berikut ini hanya dikemukakan 5 (lima) macam teori yang sering dikutip oleh penulis hukum.6
1.         Teori Fictie
Menurut teori ini badan hukum itu semata-mata buatan Negara saja. Badan hukum itu fictie, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada,tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum yang sesungguhny. Dengan kata lain bahwa,adanya badan hukum itu merupakan anggapan saja ( fictie) yang diciptakan oleh Negara.
2.         Teori harta kekayaan bertujuan (Doel vermoghenstheorie)
Menurut teori ini HANYA manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, kata teori ni, ada kekayaan (vermogen)yang bukan merupakan kekayaan sesrang, tetapi kekayaan itu terikat pada tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyainya dan terikat pada tujuan tertentu.
3.         Teori Organ
Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi)dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetpai badan hukum adalah suatu orgasme yang riil, yang menjelma sunguh-sungguh dalam pergaluan hukum,yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantara alat-alat yang ada padanya pengurus (pengurus anggota-anggotanya), seperti manusia biasa yang mempunyai organ [pancaindra] dan sebagainya.
4.         Teori pemilikan bersama (Propritie coolectief Theory)
Propritie coolectief Theory disebut juga dengan gezammen-like Eigendoms Theorie. Teori ini diajarkan oleh planiol,Star-bus-man, dan Molengraaf. Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota.
5.         Teori kenyataan yuridis (juridische Realiteitsleer theorie)
Dikatakan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realiteit,konkret,riil, walapun tidak bisa diraba,bukan khayal,tetapi kenyataan yuridis.  Teori ini dikemukakan oleh mejers ini menekan bahwa hendaknya dalam mempersamakan [6]badan hukum dengan manusia terbatas sampai pada bidang  hukum saja.6
G.    Klasifikasi badan hukum
Menurut Pasal 1653 BW badan hukum dapat dibagi atas 3 (tiga) macam, yaitu:
1.      Badan hukum yang “diadakan” oleh pemerintah/kekuasaan umum, misalnya pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi,pemerintahan kabupaten/kota), bank-bank yang  didirikan oleh Negara dan sebagainya.
2.      Badan hukum yang “diakui" oleh pemerintahan/kekuasaan umum, misalnya perkumpulan-perkumpulan, gereja dan organisasi-organisasi agama dan sebagainya.
3.      Badan hukum yang “didirikan” untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,seperti perseroan terbatas, perkumpulan, asuransi, perkapalan, dan lain sebagainya.[7]
H.    SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN BADAN HUKUM
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan perkumpulan/badan usaha, agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (rechtspersoon). Menurut doktrin syarat-syaratnya adalah sebagai berikut dibawah ini:
1.    Adanya harta kekayaan yang terpisah
     Harta kekayaan ini diperoleh dari peranggota maupun perbuatan pemisahan yang dilakukan seseorang/partikelir/pemerintah untuk suatu tujuan tertetntu. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai apa yang menjadi tujuan badan hukum yang bersangkutan. Harta kekayaan ini,meskipun berasal dari pemasukan pemasukan anggota-anggotanya,namun terpisah dengan harta kekayaan pribadi anggota-anggotanya, perbuatan pribadi anggotanya-anggotanya tidak mengikat harta kekayaan tersebut.sebaliknya,perbuatan badan hukum yang diwakili pengurusnya,tidak mengikat harta-kekayaan anggota-anggotanya
2.    Mempunyai tujuan tertentu
     Tujuan tertentu ini dapat berupa tujuan yang adil maupun tujuan komersial yang merupakan tujuan tersendiri daripada badan hukum. Jadi bukan untuk kepentingan satu atau beberapa anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan hukum dengan diwakili organnya. Tujuan yang hendak dicapai itu lazimnya  dirumuskan dengan jelas dalam anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
3.    Mempunyai kepentingan sendiri,
     Dalam mencapai tujuannya, badan hukum mempunyai kepentingan sendiri yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan tersebut merupakan hak-hak subjektif sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum.
4.    Ada organisasi yang teratur
     Badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis. Karena itu sebagai subjek hukum disamping manusia badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan organnya.[8]
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Hukum orang Hukum orang dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum dan kekeluargaan. Sedangkan dalam arti sempit meliputi ketentuan orang sebagai subjek hukum.
Istilah subyek hukum berasal dari belanda  yaitu recht subject atau law of subject (Ingggris). Subyek hukum secara umum bermakna segala sesuatu yang mempunyai atau memegang hak dan kewajiban yang disebut orang. Sedangkan Orang menurut konsep hukum terdiri atas manusia dan badan hukum.
            Berdasarkan konsep dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yaitu manusia  dan badan hukum.
B.       Kritik dan Saran
     Demikianlah makalah yang kami susun. Mungkin banyak sekali kekurangan atau kekeliruan dan kesalahan dalam makalah yang kami susun. Apa bila ada kesalahan itu semua datangnya dari kami selaku manusia yang penuh kesalahan, dan apabila ada kebenaran itu semua tak lain datangnya dari Allah Swt.  Maka untuk itu kami tak lupa mohon dengan sangat kritik dan saran guna perbaikan makalah kami selanjutnya. Mudah-mudahan banyak manfaat dalam makalah ini bagi kita semua.
Daftar Pustaka
          Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, P.23 cet.5, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,  2014.
Mifdhol Abdurrahman, Hukum Perdata cet. 8, Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2014.
          http://belajarhukumindonesia.blogspot.co.id/2010/02/hak-dan-kewajiban.html. Diakses: 12/09/2015
          http://id.m.wikipedia.org/wiki/hak?wasRedirected=true Diakses: 12/09/2015
          http://www.academia.edu/7279189/RESUME_HUKUM_TENTANG_ORANG. Diakses: 12/09/2015
          https://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum. Diakses: 12 Agustus 2015, 00.01. Diakses: 12/09/2015


[1] http://www.academia.edu/7279189/RESUME_HUKUM_TENTANG_ORANG. Diakses: 12/09/2015
[2] Abdulkadir Muhammad, Hukum perdata indonesia, cet.5, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 23.
[3]https://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum. Diakses: 12 Agustus 2015, 00.01. Diakses: 12/09/2015
[4] http://belajarhukumindonesia.blogspot.co.id/2010/02/hak-dan-kewajiban.html. Diakses: 12/09/2015
[5]  http://id.m.wikipedia.org/wiki/hak?wasRedirected=true  Diakses: 12/09/2015
6 Mifdhol Abdurrahman, Hukum Perdata cet. 8, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2014), hlm. 117.
[7] Mifdhol Abdurrahman, Hukum Perdata cet. 8, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2014), hlm. 119.
[8] Mifdhol Abdurrahman, Hukum Perdata cet. 8, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2014), hlm. 120.